Menyingkap Kebudayaan Palembang

Yang Terkikis Zaman, Tekan Pemerintah, Butuh Perda
“Palembang
Kota Internasional, Sejahtera dan Berbudaya 2013”. Kalimat tersebut
tentu tidak asing lagi terdengar. Ini merupakan visi dan misi Walikota
dan Wakil Walikota terpilih Palembang sejak memenangkan Pilkada tahun
2008 lalu. Banyak sudah kebudayaan mendapat perhatian, terpelihara
hingga terexpose dan menjadi bagian penting penunjang pariwisata daerah.
Di sisi lain, masih banyak juga yang belum mendapat perhatian dari
Pemerintah hingga terkesan terabaikan bahkan diambang kepunahan akibat
arus globalisasi yang mengalirkan budaya-budaya asing. Apa solusinya?
Kalangan seniman tergabung dalam Dewan Kesenian Palembang (DKP) bersama
sejarawan, budayawan serta praktisi hukum belum lama ini membahas
seputar kebudayaan di Palembang yang terus terkikis zaman. Banyak sebab
diutarakan. Seputar masalah globalisasi, kurangnya perhatian pemerintah
serta masyarakat Palembang sendiri membuat masalah kebudayaan Palembang,
dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya, bernuansa religius ketika
dibawah kerajaan Palembang Darussalam terus menghilang.
Dari
dokumentasi Sumeks Minggu, hadir sejak tahun 2010 lalu dengan rubriknya
Hitam Putih, beberapa kebudayaan Palembang jelas kurang mendapat
perhatian pemerintah. Dimulai dari Wayang Palembang. Kebudayaan diadopsi
dari pulau Jawa ini dulunya booming. Kini, dalangnya tinggal satu, Kgs
Wirawan Rusdi, warga Jl Sido Ing Lautan, Rt 10, Rt 10, No 243, Lrg Cik
Latah, Kelurahan 36 Ilir, Tangga Buntung. Berbekal beban moral
melestarikan budaya lokal, akulturasi Jawa-Palembang yang sempat
diembang ayah serta kakeknya, Wirawan berhasil bertahan. Itupun berkat
binaan Persatuan Perdalangan Indonesia (Pepadi) Sumsel.
Budaya
lain, akulturasi Jawa dan Melayu, menjadi bagian masyarakat sejak zaman
kerajaan Palembang Darussalam ialah bebaso. Atau sering disebut bahasa
Keraton, bahasa Bari, atau bahasa kulo iki. Hingga pertengahan abad
ke-20, bahasa lembut, penuh sopan santun, menunjukan jati diri daerah
Palembang masih sering terdengar. Kini, hanya dikuasai segelintir orang
tua asli Plembang. Tanpa regenerasi, bahasa inipun diambang punah.
Sedangkan rencana Pemkot Palembang menjadikannya sebagai mutan lokal di
Sekolah Dasar (SD) agar dikuasai generasi muda tak kunjung terealisasi.
Untuk
kesenian seperti Dulmuluk, para seniman merasa terpinggirkan.
Keterangan Jonhar Saad, sejak mendalami Dulmuluk tahun 1962, mendirikan
sanggar Harapan Jaya tahun 1982, mereka dan seniman lain harus berjuang
sendiri agar kesenian ini terus hidup. Tanpa bantuan pemerintah, mereka
bertahan dengan undangan masyarakat meski uang didapat sangat minim.
Lembaran
sejarah perjuangan Palembang pada pada bungker Jepang di Jl AKPB H
Umar, Rt 21, Kelurahan Rimba Kemuning, Kecamatan Kemuning, Km-5,
Palembang pun terancam hilang.Meski meninggalkan kenangan pahit, bungker
dibangun tahun 1940 an ini sejatinya bisa dijadikan objek wisata.
Seperti dilakukan pemerintah Sumatera Barat (Sumbar). Dari keterangan
masyarakat setempat, ternyata banyak warga Jepang, keturunan tentara
yang pernah bertugas di Palembang, datang beramai-ramai berkunjung.
Belum
lagi masyarakat umum yang penasaran dengan isu bungker yang konon
kabarnya tembus ke bungker di RSK Charitas. Sang pemilik tanah dibungker
tersebut dibuat bingung oleh sikap pemerintah. Pemilik dilarang
membangun di kawasan dengan alasan bungker tersebut memiliki nilai
sejarah, namun pemerintah samasekali tidak memiliki gerakan nyata.
Sedangkan kondisi bungker sudah banyak mengalami kerusakan dan tanahnya
terus dikeduk warga.
Nah,
cerita suram terjadi pada makam Komplek Pangeran Krama Djaya di Jl
Segaran, Lrg Gubah Pangeran, belakang SDN 46, Kecamatan Ilir Timur (IT)
I. Makam ini sejak lama dirusak diduga untuk kepentingan bisnis semata.
Pengrusakan makam ini diyakini sebagai bentuk penghilangan sejarah.
Meski banyak pihak menekan pemerintah membenahi masalah ini, toh sosok
Pangeran Krama Djaya dianggap sebagai orang berjasa bagi perjuangan wong
Plembang melawan penjajah hingga sempat hendak diusulkan almarhum
budayawan/sejarawan Djohan Hanafiah sebagai Pahlawan Nasional tetap
terabaikan.
Bahkan,
keterangan salah satu zuriatnya, RH Abdullah Roni Azhari kemarin
(21/1), kondisi makam, sekarang jauh lebih parah. Makam sudah rata
dengan tanah, sekeliling komplek tertutup rapat oleh seng. “Entah jasad
makam di komplek itu sekarang dimana?,” ungkap Roni bertanya-tanya.
Pangeran Krama Djaya sendiri merupakan menantu SMB II, tercatat sebagai
penguasa Palembang tahun 1823 hingga 1825. Akibat bertentangan dengan
Belanda, sang pangeran dibuang ke Purbolinggo (Banyumas).
Budaya
bersifat religi, ziarah kubra, dilakukan para pecinta ulama serta
au’liya, terbukti menyedot belasan ribu umat muslim jelang puasa
ramadhan pun belum mendapat perhatian. Panitia ziarah kubra sejak lama
menginginkan wisata religi ini masuk dalam agenda tetap pemerintah agar
dapat lebih luas terexposes ke berbagai daerah hingga luar negeri.
Berulang kali melakukan pertemuan, usaha mereka belum membuahkan hasil.
Butuh Anggaran Serta SDM
Selain
masalah diatas, kalangan seniman, seperti Vebri Al Lintani
mengungkapkan banyak contoh kebudayaan kecil yang biasa digunakan
masyarakat luas menghilang. Seperti “Nenggung” yang merupakan nyanyian
berisi dizikir Kyia Merogan digunakan ibu-ibu zaman dulu untuk
menidurkan anak tak lagi terdengar. ‘Kebudayaan Palembang sebenarnya
identik dengan religi terutama Islam. Tapi ini mulai terkikis,”
ungkapnya kepada Sumeks Minggu belum lama ini.
Mempertahankannya
tugas banyak pihak. Namun pemerintah, dalam pandangannya harus berada
di garis terdepan. Kenyataan di lapangan, Pemkot Palembang melalui
kepala daerahnya memiliki visi misi jelas. Membangun kota Palembang
sebagai kota Internasional, Berbudaya dan Religius. Hanya saja, sejauh
ini dinilainya, porsi untuk kebudayaan bukan prioritas utama. Bisa
dilihat minimnya anggaran bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar).
“Dana di Budpar pun kadang dikelola oleh orang-orang yang tidak
berkompeten. Terkadang mereka mengadakan acara kebudayaan, itupun tidak
melibatkan kalangan seniman, budayawan hingga hasilnya terkesan apa
adanya,” ujar Vebri.
Oleh
sebab itu, kini kalangan seniman tergabung dalam DKP bersinergi dengan
kalangan budayawan serta sejarawan menggagas Peraturan Daerah (Perda).
Mengatur masalah penangangan secara khusus kebudayaan Palembang. Dengan
ruang lingkup, bahasa (bahasa Melayu Palembang) dan aksara Palembang
(Aksara Arab Melayu, atau aksara Ka-Ga-Nga sebagai
alternative). Kesenian yang meliputi seni tari, seni musik, seni
sastra, seni teater, seni rupa dan seni film & audio visual yang
berakar seni Palembang Darussalam. Kemudian, kepurbakalaan, kesejarahan,
nilai-nilai tradisional dan museum. Terakhir, pakaian daerah, upacara
perkawinan, ornamen bangunan/ragam hias.
Dengan
adanya perda ini, kebudayaan Palembang dapat dijaga dan dioptimalkan.
Selain membutuhkan SDM handal dengan melibatkan langsung para seniman,
budayawan, sejarawan tidak melulu pegawai dari Dinas Budpar, masalah
budaya ini tentu saja membutuhkan dana. “Dalam Perda itu nanti akan
dibuat anggaran minimal yang harus dikucurkan Pemerintah mendukung
masalah kebudayaan ini. Sekarang kita susun draft. Nanti bisa dari DPRD
atau Pemkot yang menjebolkannya,” jelas Vebri.
Sekretaris
Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Sumsel, Kemas Ari Panji SPD, MSi
saat dimintai tanggapannya langsung mendukung gagasan yang menurutnya
sudah cukup lama terdengar. Karena dinilainya memang cukup banyak
kebudayaan Palembang yang tidak terpelihara bahkan diambang kepunahan.
Perda tersebut dinilainya sebagai payung hukum. Yang nantinya harus
ditaa’ti oleh pemerintah. Tanpa payung hukum inilah, selama ini
pemerintah dapat terus mengelak mengurusi masalah kebudayaan terdiri
dari cipta karya manusia, religi, kesenian, bahasa, sistem mata
pencaharian, sosial kekerabatan, sejarah dan ilmu pengetahun dengan
alasan minimnya dana.
“Di
Lampung Perda ini sudah ada. Berarti, payung hukum membuat Perda pasti
sudah ada. Memelihara kebudayaan tentu butuh dana, masalah dana ini kan
tidak melulu mesti dari APBD. Bisa dicari dengan meminta bantuan
perusahaan, BUMN ataupun dana pusat,” tandasnya.
Sedangkan
Advokat Chairil Syah SH, yang juga Ketua Umum Serikat Hijau Indonesia
(SHI) menilai kebudayaan merupakan hal universal. Wajib dilindungi dan
harus mendapat dukungan kalangan eksekutif serta legislatif. Itupun
sesuai dengan visi misi kepala daerah Palembang. Jika melihat jabaran
kebudayaan yang begitu luas, adanya gagasan Perda ini paling tidak bisa
menekan pemerintah untuk berbuat lebih banyak. “Mana yang bisa dilakukan
lakukan dulu. Sekarang kan yang dibutuhkan bukti,” tandasnya. (wwn)
Antara Keinginan dan Keterbatasan
Terkait
gagasan Perda Kebudayaan ini, Wakil Walikota Palembang, H Romi Herton
SH MH tidak berkomentar banyak. Ditemui koran ini usai menghadiri Ulang
Tahun Walikota Ir H Eddy Santana Putra dua hari lalu, Romi hanya
mengatakan akan mempelajari gagasan terlebih dulu. “Nanti kita pelajari
dulu ya,” ujarnya sembari berlalu masuk ke mobil.
Sementara
Kadin Budpar Palembang, Mirza Fansyuri mengaku mendukung gagasan
tersebut. Dengan catatan ada payung hukum untuk membuat Perda tersebut.
Dikatakan Mirza, Pemkot Palembang memiliki keinginan memajukan
kebudayaan Palembang. Namun diakuinya, dibalik keinginan tersebut ada
keterbatasan.
Pihaknya
sejauh ini telah memiliki rencana kerja serta anggaran. “Masalah makam
buyut Silaberanti, Ariodillah itu akan kita teliti. Kalau budaya yang
hilang itu budaya mana?. Budaya berkendara, budaya malu, agama,
berpakaian, itu tidak semua dihitung dengan duit,” tandasnya.
Sementara
Ketua Komisi IV DPRD Palembang, Agus Tridasa mendukung gagasan
tersebut. “Kalau ada payung hukumnya tidak masalah. Cuma tidak semua
kebudayaan tidak diperhatikan. Banyak yang sudah dapat perhatian. Kalau
memang ada yang belum itu karena masalah di pemerintahan tidak hanya
budaya. Pendidikan, kesehatan juga perlu,” ujarnya cepat.
Jika
memang memungkinkan, Agus menilai eksekutif lebih tepat untuk membuat
Perda ini. “Kalau eksekutif lebih simple. Sedangkan legislatif urusannya
lebih panjang,” tukasnya. (wwn)
lebih
ribet. jika memang ada payun ituJika dikatakan banyak kebudayaan
terkikis dan diambang kepunahan Mirza balik bertanya budaya dimaksud
kalanganpihaknya kan
Romi Herton, kita akan pelajari dulu. Manfaatnya, baik buruknya,
Agus
Tridasa, ini keterkaitan menyikapi isu, karena mereka fokus ke sana, tp
pemerintah banyak, anak jalanan, pendidikan, dll.setuju dak budaya
dinomor sekian, tidak seperti itu, banyak kebudayaan hilang, mungkin
budaya cukup banyak tidak terperhati semua
- Dkp, mengungkapkan isu buat Perda Kebudayaan, ibarat, minimal anggaran, untuk memelihara selagi tidak bertentangan dengan aturan, PP, UU Kepres, atau Dinas Pariwisata Pusat atau peraturan menteri, kalau ada pijakan, silahkan.
- Kalau DPRD inisiatif lebih panjang, fraksi setuju, baru paripurna, eksekutif lebih simpel, dia buat diajukan di pansur, sepuluh persen dari anggota dewan untuk pengajuan awal dan itu bebas dari semua fraksi
- Visi misi, internasional dikerja, kalo saya lihat tidak dihilangkan, acara keislaman ada, budaya jg ada, Cuma bnyak faktor, jd mesti terbagi.
Tahun ini sudah mengkaji lebih dalam buat buku, kebudayaan palembang, akan dikaji mendalam, roundown wisata Palembang, lawang kidul,Kadin Budpar, ada tujuh macam bahasa, religi, ekonomi, seni,,,, bla bla, apa
budaya yg hilang budaya berkendara, malu, budaya agama, tidak semua
dihitung dengan duit, orang-orang juga ngidupin, sekarang budaya
berpakaian, apakah celana, ketat, budaya luas,
Perda
ada dua, pemkot atau dprd, mereka pengen kita garap, kita setuju, kalau
disetujui dewan jd produk, kalau memang ada aturan, sejauh ini ada dak
PP UU, UU kepariwisataan, budaya salah satu bagian pariwisata,
Anggaran
budpar, tidak ada dana minus, tahun lalu hampir 7 m sama gaji, naik 30
persen, belum toron DPRD, rancangan ke depan, seperti apa? Dak hapal,
kita ada rencana kerja, yg ada anggaran kita sudah siapkan, misalnya
buyut silaberanti, kita coba teliti, ariodillah, potensi banyak perlu
pendanaan tp pemkot ada keterbatasaan.
POKOK-POKOK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG
TENTANG PEMELIHARAAN KEBUDAYAAN PALEMBANG
Latar Belakang
- Kebudayaan suatu bangsa merupakan indikator dan mencirikan tinggi atau rendahnya martabat dan peradaban suatu bangsa.
- Situasi globalisasi yang juga mengalirkan nilai-nilai budaya asing, turut mengubah prilaku bangsa untuk menjauhi kebudayaan local. Saat ini keberadaan kebudayaan local sudah pada tahap mengkhawatirkan.
- Sejalan dengan pembangunan kota Palembang yang menuju kota Internasional dengan prioritas pembangunan ekonomi pertumbuhan, di mana ruang publik lebih banyak di dominasi ikon ekonomi, sedangkan infra sturuktur kebudayaan nyaris tidak mendapat tempat. Hal ini pun dapat membuat semakin termarjinalnya budaya lokal. Padahal, dalam visi pemerintah kota Palembang, selain mencantumkan kata Internasional dan Sejahtera, juga menaruh kata “Berbudaya”. Sehakikinya, sejahtera dan berbudaya harus didukung dengan kondisi budaya yang baik pula.
- Keluhurun budaya Palembang merupakan warisan budaya dari dari situasi sejarah yang besar. Sudah sejak lama, Palembang yang sekarang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Selatan telah menjadi pusat kekuasaan. Menurut catatan prasasti kedukan bukit sejak tahun 682 M. Begitu juga pada masa kerajaan Palembang yang dilanjutkan pada masa kekuasaan kesultanan Palembang Darussalam (1552-1824) Palembang pun menjadi pusat kekuasaan. Saat ini, Palembang sedang bergiat menuju kota yang besar dengan visi kota Internasional, sejahtera dan berbudaya.
- Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kiranya perlu ada payung hukum untuk memberikan kepastian dalam membangun budaya di Kota Palembang yang tercinta ini.
Ruang lingkup
Ruang Lingkup Pemeliharaan Kebudayaan Palembang mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
- Bahasa (bahasa Melayu Palembang) dan aksara Palembang (Aksara Arab Melayu, atau aksara Ka-Ga-Nga sebagai alternative).
- Kesenian meliputi seni tari, seni musik, seni sastra, seni teater, seni rupa dan seni film & audio visual yang berakar seni Palembang Darussalam.
- Kepurbakalaan, kesejarahan, nilai-nilai tradisional dan museum.
- Pakaian daerah, upacara perkawinan, ornamen bangunan/ragam hias.
TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan :
a. Mendayagunakan secara optimal nilai-nilai budaya Palembang yaitu
nilai-nilai dan norma yang berlaku dan berkembang dalam tatanan
kehidupan serta adat istiadat masyarakat Palembang;
b. Melindungi, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dan keberadaan kebudayaan daerah.
Sasaran:
a. Meningkatkan kepedulian, kesadaran dan peran serta masyarakat dalam
melindungi, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
b. Terwujudnya pemahaman dan penghargaan masyarakat pada budaya Palembang ;
c. Meningkatkan ketahanan sosial dan budaya masyarakat.
PELAKSANAAN PEMELIHARAAN DAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN
Cara pemeliharaan bahasa
Pelestarian
bahasa (bahasa Melayu Palembang) dan atau aksara Palembang (aksara arab
Melayu atau aksara Ka-Ga-Nga sebagai alternatif) dilakukan melalui
cara-cara antara lain sebagai berikut:
a. Penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan
pendidikan/belajar mengajar, forum pertemuan resmi pemerintahan daerah
dan dalam kegiatan lembaga/badan usaha swasta serta organisasi
kemasyarakatan di daerah;
b.
Penggunaan bahasa dan aksara Palembang pada dan atau sebagai nama
bangunan/gedung, nama jalan/penunjuk jalan, iklan, nama kompleks
permukiman, perkantoran, perdagangan, termasuk papan nama
instansi/lembaga/badan usaha/badan sosial dan sejenisnya, kecuali untuk
merek dagang, nama perusahaan, lembaga asing dan tempat ibadah;
c.
Sosialisasi Pemberdayaan dan pemanfaatan media massa daerah, baik cetak
maupun elektronik, maupun media lain untuk membuat rubrik/siaran yang
berisi tentang bahasa dan aksara Palembang;
d.
Penyediaan bahan-bahan pengajaran untuk sekolah dan luar sekolah serta
bahan-bahan bacaan untuk perpustakaan dan penyediaan fasilitas bagi
kelompok-kelompok studi bahasa dan aksara Palembang;
e. Pengenalan dan pengajaran bahasa dan aksara Palembang mulai jenjang
kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah yang pelaksanaannya
disesuaikan dengan ketentuan yang diberlakukan di daerah, kondisi dan
keperluan;
f. Keharusan penggunaan bahasa Palembang sebagai :
1. Bahasa komunikasi sehari-hari baik di lingkungan keluarga atau
pergaulan dalam masyarakat, maupun di kantor-kantor atau sekolah-sekolah
pada hari-hari tertentu sesuai dialek bahasa daerah masing-masing;
2. Bahasa pembuka dalam penyampaian sambutan, baik oleh tokoh adat, tokoh
masyarakat maupun pejabat pada acara-acara tertentu;
3. Pembinaan, pengkajian dan pengembangan.
Pemeliharaan dan Pengawasan Kesenian
1. Kesenian
tradisional Palembang, wajib diajarkan di sekolah pada jenjang taman
kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah yang pelaksanaannya
disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan yang diberlakukan di daerah.
2. Kesenian Palembang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajarkan dalam bentuk :
3. Mata
pelajaran kesenian (untuk seni rupa, seni tari, seni musik) serta mata
pelajaran bahasa Palembang (seni sastra), dan teater; atau ;
4. Kegiatan lain sesuai dengan keperluan.
5. Pemeliharaan Kesenian Palembang dapat dilakukan melalui cara-cara antara lain :
a. Pesta Kesenian yang diselenggarakan secara periodik;
b. Pagelaran kesenian yang dilaksanakan pada acara-acara tertentu;
c. Pertunjukan seni tradisional Palembang pada hotel dan restoran, tempat pusat-pusat hiburan, media elektronika audio dan visual.
d. Kegiatan lain yang berfungsi sebagai sarana media apresiasi.
e. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan
pemeliharaan kesenian Palembang ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pengawasan
(1) Pengawasan terhadap arus budaya dan seni modern dilakukan dengan cara, antara lain :
a)
Melakukan kontrol terhadap segala bentuk pertunjukan, pagelaran,
perlombaan dan hiburan baik ditempat tertutup maupun terbuka yang
dinilai dapat menggoyahkan norma kesusilaan dan martabat seni dan budaya
bangsa.
b)
Memberikan fatwa dan/atau rekomendasi kepada Pemerintah Kota Palembang
terhadap aktifitas seni, budaya dan hiburan yang diselenggarakan dalam
wilayah administratif kota Palembang khususnya yang bisa berdampak dan
menimbulkan isu SARA.
Lembaga Pengawas
Pelimpahan
fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab kepada lembaga Dewan
Kesenian Palembang untuk melaksanakan fungsi dan tugas penggalian,
pemeliharaan, pengembangan serta pengawasan terhadap semua aktifitas dan
kreatifitas seni yang berlangsung di dalam wilayah administratif kota
Palembang.
Pemeliharaan Kepurbakalaan, Kesejarahan,
Pemiiharaan
Pemeliharaan
kebudayaan Palembang yang berkenaan dengan kepurbakalaan, kesejarahan,
nilai-nilai tradisional dan museum dilakukan melalui cara-cara sebagai
berikut :
a.
Pengumpulan, pencatatan dan pendokumentasian serta penyelamatan
peninggalan budaya Palembang yang tersebar di diwilayah kota Palembang
termasuk yang dikuasai oleh masyarakat;
a.
Pemeliharaan, perlindungan dan pengkajian sumber-sumber sejarah dan
pemanfaatan hasil penulisan sejarah dengan mensosialisasikannya melalui
jalur pendidikan, media massa dan sarana publikasi lainnya;
a.
Pengkajian dan pengembangan nilai-nilai tradisional Palembang yang
meliputi antara lain aspek ungkapan, pribahasa, naskah kuno, sistem
pengetahuan, sistem kemasyarakatan dan nilai-nilai tradisional lainnya
yang tumbuh dan berkembang di masyakakat Palembang serta
mensosialisasikan nilai-nilai tradisional tersebut kepada masyarakat;
a. Pengumpulan, pengkajian, perawatan, pengamanan, pemanfaatan benda-benda hasil budaya alam dan lingkungannya.
Kesejarahan
(1). Benda bergerak yang merupakan hasil penemuan tinggalan budaya disimpan di museum.
(2).
Peninggalan budaya yang berupa benda tidak bergerak yang ditemukan pada
tanah milik perorangan, perlu dibebaskan dengan cara pemberian
penggantian sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3).
Dalam hal masyarakat menemukan dan atau menyimpan benda tinggalan
budaya wajib mendaftarkan benda dimaksud kepada instansi yang berwenang.
(4).
Pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkenaan dengan
pemeliharaan/pengelolaan kepurbakalaan, kesejarahan, nilai-nilai
tradisonal dan museum ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Pemeliharaan Pakaian Daerah, Ornamen Bangunan, Upacara Perkawinan
(1).
Agar pakaian daerah, ornamen khas Palembang Darussalam pada bangunan
dan hal-hal yang berkenaan dengan upacara perkawinan adat Palembang
keberadaannya dapat terpelihara dan lestari, dilakukan upaya-upaya untuk
terwujudnya pemeliharaan terhadap adat dan budaya tersebut.
Pakaian
(1). Keberadaan pakaian kebesaran adat, wajib dipelihara, dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat adat yang bersangkutan.
(2).
Sebagai upaya dalam rangka pelestarian dan pengembangan pakaian daerah
Palembang , ditetapkan jenis pakaian resmi Palembang yaitu :
a) Pakaian adat Palembang ;
b) Pakaian resmi lengkap;
c) Pakaian motif khas Palembang .
.
Ornamen
(1). Ornamen yang bercirikan khas Palembang keberadaan dan pemakaiannya harus dipelihara dan dikembangkan.
(2). Pemeliharaan dan pengembangan ornamen khas Palembang dilakukan melalui cara antara lain :
a) Mewajibkan pemakaian ornamen khas Palembang pada bangunan publik, gedung yang sudah ada/berdiri maupun yang akan dibangun;
b)
Menempatkan ornamen khas Palembang pada gapura, tugu atau petunjuk
lainnya yang berfungsi sebagai batas daerah/wilayah, baik antar
kecamatan dan kelurahan.
Adat Istiadat
(1). Adat istiadat Palembang yang berkenaan dengan perkawinan adat, keberadaannya wajib dijaga, dipelihara dan dikembangkan.
(2).
Seni Palembang yang berkenaan dengan aktifitas dan kreatifitas baik
yang bersifat tradisional maupun kreasi modern yang tetap mencerminkan
akar kesenian Palembang Darussalam.
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
(1). Masyarakat berhak :
a) Menggunakan seluruh aspek kebudayaan Palembang sesuai fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b)
Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam upaya pemeliharan.
pembinaan, pengembangan dan penentuan kebijakan yang berkenaan dengan
kebudayaan Palembang ;
c) Memilih aspek kebudayaan tertentu untuk kepentingan pengungkapan pengalaman dan estetisnya.
(2). Masyarakat wajib untuk turut serta memelihara, membina, dan mengembangkan seluruh aspek kebudayaan Palembang .
(3). Peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kebudayaan Palembang diutamakan pada :
a) Inventarisasi aktivitas adat, seni dan budaya daerah;
b) Inventarisasi asset kekayaan budaya dan penggalian sejarah daerah;
c) Peningkatan kegiatan kebudayaan daerah;
d) Sosialisasi dan publikasi nilai-nilai budaya daerah kepada masyarakatnya;
e) Fasilitasi pengembangan kualitas sumber daya manusia.
LEMBAGA ADAT
(1).
Pemeliharaan kebudayaan Palembang juga dilakukan oleh dan atau melalui
lembaga adat yang merupakan organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja
dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam
sejarah masyarakat yangbersangkutan dan berhak serta berwenang mengatur,
mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang
berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang
berlaku.
(2).
Lembaga adat sebagai wadah organisasi permusyawaratan/ permufakatan
kepala adat/pemangku adat/tetua-tetua adat/pemuka-pemuka adat lainnya
merupa-kan/berkedudukan diluar organisasi Pemerintahan Kota, Kecamatan,
Kelurahan dan lingkungan.
Tugas Lembaga Adat antara lain sebagai berikut :
a. Menampung dan menyalurkan aspifasi/pendapat masyarakat kepada Pemerintah ;
b. Menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat yang berkenaan dengan hukum adat dan adat istiadat.
c.
Melestarikan, mengembangkan dan memberdayakan Kebudayaan Palembang pada
umumnya dan khususnya hal-hal yang berkenaan dengan adat istiadat
Palembang ;
d.
Memberdayakan masyarakat dalam rangka menunjang peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
kota Palembang ;
e.
Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta objektif antara
kepala adat/pemangku adat/tetua-tetua adat/pemuka-pemuka adat lainnya
dengan aparatur pemerintahan di kota Palembang .
Hak, Wewenang dan Kewajiban
(1). Lembaga adat berhak dan berwenang untuk :
a) Mewakili masyarakat adat keluar apabila menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat adat;
b)
Mengelola hak-hak adat dan atau harta kekayaan adat untuk meningkatkan
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan;
c)
Menyelesaikan berbagai perselisihan yang menyangkut perkara-perkara
adat istiadat sepanjang penyelesaian dimaksud tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Lembaga adat berkewajiban untuk :
a)
Menunjang pemerintah daerah dalam peningkatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta
pemeliharaan kebudayaan Palembang ;
b) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya adat istiadat dan kemajemukan adat istiadat serta kebudayaan daerah;
c)
Menegaskan makna dan hakekat adat dan budaya sebagai kekuatan lokal
yang hidup secara dinamis dan menciptakan kondisi yang dapat menjamin
tetap terpeliharanya kebhinekaan masyarakat adat dalam memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa.
http://sumeksminggu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=820:menyingkap-kebudayaan-palembang&catid=921:hot-news



Tidak ada komentar:
Posting Komentar